Bikin Bangga Lur! Ini 8 Band Asal Yogyakarta yang Sukses di Kancah Musik Nasional
Musik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia sejak zaman kuno. Di berbagai belahan dunia, banyak band dan musisi yang muncul dengan gaya dan suara yang berbeda-beda. Salah satu kota di Indonesia yang terkenal dengan kekayaan musiknya adalah Yogyakarta.
Selain terkenal sebagai kota pelajar, Jogja juga dikenal dengan budaya anak muda yang kreatif. Anak muda di Yogyakarta selalu menunjukkan kreativitas mereka dalam berbagai hal, termasuk dalam dunia musik.
Band Asal Jogja (sumber: fornews)
Bukti nyata dari kreativitas tersebut adalah banyaknya band dan musisi asal kota Gudeg ini yang sukses di industri musik, bahkan diakui di kancah internasional. Tidak hanya terbatas pada genre pop, Jogja juga memiliki beragam band dan musisi yang telah mencapai kesuksesan di industri musik Tanah Air.
8 Band Top Indonesia asal Jogja
Kota Jogja tidak hanya dikenal sebagai pusat pendidikan dan budaya, tetapi juga sebagai tempat lahirnya banyak band dan musisi berbakat. Berikut ini adalah beberapa band terkenal yang berasal dari Yogyakarta:
Letto
Letto (sumber: halojogja)
Letto adalah sebuah band asal Jogja yang memulai karir mereka dengan album "Truth, Cry and Lie" pada tahun 2005, di bawah naungan label Musica Studio's. Selama bekerja dengan Musica Studio's, band ini meraih kesuksesan. Namun, kontrak mereka berakhir setelah album keempat mereka, "Cinta ... Bersabarlah" pada tahun 2011. Sejak tahun 2014, mereka memutuskan untuk berpisah dari Musica.
Siapa yang menyangka bahwa band yang saat ini sudah berdiri secara independen ini sering kali diisukan bubar atau tidak lagi populer karena jarang tampil di televisi? Menanggapi hal tersebut, mereka mengakui bahwa mereka memilih untuk "malas" memenuhi undangan tampil di TV dengan berbagai alasan.
Sekarang, band yang terdiri dari enam anggota ini merasa bebas karena tidak terikat dengan perusahaan rekaman besar dan jarang tampil di televisi. Mereka telah membuktikan bahwa strategi promosi yang mereka lakukan sendiri terbukti efektif, dan jadwal manggung mereka hampir tidak pernah berhenti. Sebelum pandemi melanda dunia, Letto, seperti yang diakui oleh Patub (gitaris), pernah menerima 11 undangan manggung dalam sebulan.
Sheila on 7
Sheila on 7 (sumber: voi)
Tak bisa dipungkiri bahwa Sheila on 7 adalah band legendaris dan idola generasi 90-an. Band asal Jogja ini memang jarang terlihat di televisi, namun jadwal panggung mereka di luar televisi tidak pernah berhenti. Sebelum pandemi, mereka rata-rata tampil 1-2 kali setiap akhir pekan. Ditambah lagi dengan jadwal-jadwal lain yang ada di hari kerja.
Selain itu, Tomo Widayat, gitaris tambahan dan keyboardist Sheila on 7, menceritakan pengalaman mereka dengan jadwal manggung yang padat. Menurut Tomo, jadwal mereka selama sebulan sangat padat, bahkan pernah mencapai 12 kali tampil dalam sebulan.
Menurut Adam, bassist Sheila on 7, mereka membatasi penampilan di televisi seiring berjalannya waktu. Alasannya, kualitas acara musik di televisi saat ini tidak sebaik dan sepopuler dulu.
Kedua band tersebut merupakan contoh bagaimana band-band asal Jogja ini mampu bertahan dan terus eksis dalam dunia musik. Dengan kreativitas, kerja keras, dan strategi promosi yang efektif, mereka telah meraih kesuksesan dan tetap menjadi idola bagi banyak orang. Jogja memang menjadi kota yang melahirkan banyak talenta musik yang menginspirasi generasi muda di seluruh Indonesia.
The Rain
The Rain (sumber: jawapos)
Salah satu band asal Jogja ini berhasil meraih kesuksesan berkat lagu-lagu mereka yang easy listening yang digemari oleh masyarakat. Empat pemuda yang awalnya membentuk band bernama No Rain ini selalu memiliki jadwal panggung di luar televisi. Meskipun demikian, The Rain kadang-kadang masih bersedia menghadiri undangan acara musik di beberapa stasiun televisi jika jadwal mereka memungkinkan.
Jikustik
Jikustik (sumber: krjogja)
Band ini sering disebut sebagai 'satu angkatan' dengan Sheila On 7. Jikustik juga meraih kesuksesan dalam industri musik melalui lagu-lagu romantis mereka. Setelah kehilangan Pongki Barata dan Mirza 'Icha' Hakim, band ini sempat mengalami penurunan popularitas dan sering dianggap telah bubar oleh masyarakat, terutama ketika mereka semakin jarang tampil di televisi.
Namun, sebenarnya hal yang sebaliknya terjadi. Setelah Jikustik didukung oleh vokalis baru, Brian Prasetyoadi, mereka tetap bisa bertahan dan berkarya tanpa menghilangkan esensi musik mereka.
Shaggydog
Shaggydog (sumber: lastfm)
Band ska legendaris asal Jogja ini secara diam-diam juga tergolong "berbahaya". Meskipun mereka selalu memilih jalur independen tanpa bergantung pada perusahaan rekaman besar yang populer, band yang telah berusia lebih dari 20 tahun ini tetap bersinar meskipun jarang tampil di televisi seperti musisi Jogja lainnya.
Tak hanya di Indonesia, Shaggydog juga menciptakan kehebohan di dunia musik Tanah Air saat mereka turut meriahkan acara musik internasional SXSW di Amerika pada tahun 2016. Mereka juga tampil dalam beberapa acara musik bergengsi di Eropa.
Seventeen
Seventeen (sumber: okezone)
Seventeen mulai terbentuk pada tahun 1999 dengan nama Sweet Seventeen, dijalankan oleh Andi (drum), Bani (bass), Herman dan Yudhi (gitar), serta Doni Gembor (vokal). Seperti kebanyakan band lainnya, Seventeen mengalami beberapa perubahan formasi sebelum akhirnya menetap dengan empat personel.
Dalam karier musik mereka yang berlangsung hampir 20 tahun, Seventeen melewati banyak rintangan. Mereka menghadapi lika-liku perjalanan yang tak mudah, namun tetap berhasil menjadi band asal Jogja yang dikenal publik hingga saat ini.
Tsunami yang terjadi beberapa tahun lalu di lima kabupaten di Banten dan Lampung menjadi kenangan pahit bagi penggemar Seventeen dan industri musik Tanah Air. Tsunami yang disebabkan oleh erupsi Anak Gunung Krakatau menelan ratusan korban jiwa, termasuk tiga personel Seventeen, yaitu Bani (bassis), Herman (gitaris), dan Andi (drummer).
Kepergian Bani, Herman, dan Andi meninggalkan duka yang mendalam bagi dunia musik Indonesia, terutama bagi keluarga besar Seventeen. Ketiganya merupakan sosok yang ikut membentuk Seventeen dari awal hingga sekarang.
Endank Soekamti
Endank Soekamti (sumber: spotify)
Trio pop-punk yang kreatif dan inovatif ini termasuk dalam kategori "junior" jika dibandingkan dengan band-band Jogja yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, Endank Soekamti sekarang bisa dikatakan sebagai band yang paling produktif di antara kelima band tersebut. Meskipun jarang muncul di televisi.
Bahkan di masa pandemi seperti ini, Endank Soekamti tetap aktif dalam berkarya melalui saluran YouTube mereka dan menerima tawaran untuk tampil secara virtual.
Stars and Rabbit
Stars and Rabbit (sumber: spotify)
Duo musik Elda Suryani dan Adi Widodo ini sukses dalam jalur independen. Karya-karya Stars and Rabbit selalu berhasil mencuri hati pendengar. Band ini terbentuk pada tahun 2011 dan karier musik mereka terus menanjak, bahkan salah satu lagu mereka, "The House," menjadi salah satu soundtrack dalam film Hollywood "Wander" pada tahun 2015. Pada tahun 2016, mereka juga mengadakan "Baby Eyes UK Tour" di empat kota di Inggris dan Wales.
Namun, beberapa tahun belakangan, kabar kurang menggembirakan datang ketika Adi Widodo meninggalkan Stars and Rabbit. Posisinya kemudian digantikan oleh gitaris senior Indonesia, Didit Saad.
Itulah beberapa band asal Jogja yang telah mengukir prestasi dan kesuksesan dalam dunia musik Indonesia. Keberagaman genre musik yang dihasilkan oleh band-band ini menggambarkan kreativitas yang luar biasa di Jogja. Kota ini terus menjadi tempat inspirasi bagi para musisi muda dan memberikan kontribusi yang berarti dalam perkembangan industri musik Indonesia.
Bagi Kamu yang ingin menikmati musik band asal Jogja diatas, tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kuliner khas Jogja, yaitu bakpia kukus Tugu Jogja. Karena kelezatannya, bakpia kukus Tugu Jogja kerap dijadikan sebagai oleh-oleh khas Jogja yang dapat dinikmati sendiri atau diberikan kepada kerabat, teman, atau kolega sebagai buah tangan. Bakpia kukus Tugu Jogja seringkali diidentikkan dengan Jogja , karena selain enak, harganya yang terjangkau juga menjadi salah satu faktor yang membuatnya sangat populer. Tidak heran jika tak sedikit wisatawan yang rela mengantri demi membeli jajanan ini.