Ingin Berkunjung ke Jogja? Ini Dia Sejarahnya yang Perlu Kita Pelajari
Yogyakarta adalah sebuah kota yang penuh dengan budaya dan sejarah. Sebelum berkunjung ke kota ini, ada baiknya kita mempelajari beberapa aspek sejarahnya agar bisa lebih memahami dan menghargai keunikan dan keragaman budayanya.
Kota Yogyakarta, yang sering disebut Jogja, terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kota ini dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan dan pariwisata di Indonesia, dengan daya tarik yang luar biasa bagi wisatawan dari seluruh dunia.
Sejarah Yogyakarta memiliki beragam cerita di dalamnya yang seiring dengan perkembangan masyarakat Jogja. Salah satu keunikan Jogja adalah sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang masih menerapkan sistem monarki. Selain itu, kota ini juga memiliki banyak bangunan pusat pemerintahan dan gedung bersejarah yang sangat indah dan mempesona.
Sejarah Jogja (sumber: ratunya travel)
Yogyakarta lahir pada tahun 1755, ketika Sultan Hamengkubuwono I memilih kota ini sebagai pusat kerajaannya. Nama kota ini sebenarnya berasal dari kata "Ayodhya" yang berarti kota suci dalam bahasa Sanskerta. Kota ini menjadi pusat kebudayaan Jawa dan banyak melestarikan tradisi Jawa hingga saat ini.
Selama masa penjajahan Belanda, Yogyakarta menjadi pusat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1945, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didirikan sebagai bagian dari Republik Indonesia. Di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono IX, Yogyakarta juga menjadi pusat pergerakan nasional yang penting dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.
Sejarah hari Jadi Yogyakarta
Ulang tahun kota Yogyakarta diperingati setiap tanggal 7 Oktober. Tahun 2022 ini, Yogyakarta merayakan usianya yang ke-266 tahun. Peringatan hari lahir Kota Yogyakarta setiap tanggal 7 Oktober tentunya berkaitan dengan asal usul atau sejarah terbentuknya Kota Pelajar ini.
Pendirian Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel.
Isi Perjanjian Gianti adalah membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua, setengah masih menjadi hak Kerajaan Mataram Islam (nantinya menjadi Surakarta). Setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I), dikutip dari laman Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sejarah Jogja (sumber: tv one)
Dalam perjanjian yang sama, Pengeran Mangkubumi diakui menjadi raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alaga Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, dan Bumigede. Selain itu, ditambah beberapa daerah mancanegara yaitu Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartasura, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, dan Grobogan.
Setelah selesai perjanjian, Sultan Hamengkubuwana (HB) I segera menetapkan bahwa wilayahnya diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribu kota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan ini merupakan hutan yang disebut sebagai Beringin. Setelah penetapan diumumkan, Sultan HB I langsung memerintahkan kepada rakyat untuk membuka hutan tadi dan mendirikan keraton di sana.
Sebelum keraton berdiri, Sultan HB I menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping yang juga tengah dikerjakan. Ia menempati pesanggrahan tersebut secara resmi pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat itu, ia selalu mengawasi dan mengatur pembangunan keraton yang sedang dikerjakan.
Setahun kemudian, Sultan HB I mulai memasuki istana baru sebagai peresmiannya. Akhirnya, Kota Yogyakarta atau dengan nama utuh Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat resmi berdiri. Pesanggrahan Ambarketawang pun ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di keraton yang baru. Peresmian itu terjadi pada tanggal 7 Oktober 1756. Tanggal kepindahan Sultan HB I dari Ambarketawang ke Keraton Yogyakarta itulah yang kini ditetapkan menjadi hari jadi Kota Yogyakarta.
Sejarah Jogja (sumber: arsip nasional RI)
Sejarah Yogyakarta Bergabung dengan NKRI
Wilayah benteng dan keraton yang baru ini memiliki luas kurang lebih 4.000 meter persegi dengan bentuk menyerupai belah ketupat. Pada saat proklamasi kemerdekaan RI, Sultan HB IX dan Pakualam VIII menyatakan bahwa Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Daerah ini juga bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Setelah itu, Sultan HN IX dan Pakualam VIII menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Adapun saat ini, Keraton Yogyakarta dipimpin oleh Sultan HB X dan Pura Pakualaman dipimpin oleh Sri Paduka Pakualam IX.
Itu tadi informasi mengenai jogja yang memiliki sejarah yang panjang. Tak heran bila Jogja merupakan kota yang kaya akan budaya dan kuliner. Salah satu oleh-oleh khas Jogja yang sangat terkenal adalah bakpia kukus Tugu Jogja. Bakpia kukus Tugu Jogja merupakan makanan ringan yang sangat populer di Jogja dan biasanya dibeli sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman di rumah.
Bakpia kukus Tugu Jogja memiliki rasa yang manis dan lembut serta tekstur yang lembut dan kenyal. Selain itu, aroma khas yang dihasilkan dari bakpia kukus Tugu Jogja juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para penggemarnya.
Saat ini, bakpia kukus Tugu Jogja bisa ditemukan dengan mudah di berbagai toko oleh-oleh di Jogja. Bahkan, beberapa produsen bakpia kukus Tugu Jogja juga sudah memiliki toko online sehingga bisa memudahkan para wisatawan untuk membelinya.
Selain rasanya yang lezat, bakpia kukus Tugu Jogja juga memiliki kemasan yang menarik dan cocok untuk dijadikan oleh-oleh. Kemasan dari bakpia kukus Tugu Jogja biasanya terdiri dari kotak atau bungkus plastik dengan gambar Tugu Jogja yang terkenal sebagai ciri khas dari bakpia kukus Tugu Jogja.
Oleh karena itu, bagi yang berkunjung ke Jogja, tidak ada salahnya untuk mencoba dan membawa pulang bakpia kukus Tugu Jogja sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman di rumah.