Makam Raja Imogiri: Simbol Sejarah, Misteri dan Fakta Dibaliknya
Makam Raja Imogiri dibangun selama masa pemerintahan Sultan Agung, penguasa kerajaan Mataram Islam. Pembangunannya dimulai pada tahun 1607 dan selesai pada tahun 1645. Makam ini menjadi lambang sejarah dan memiliki nilai keunikan yang sangat kental, terutama dalam filosofi penamaannya.
Imogiri berasal dari gabungan kata "hima" yang berarti kabut, dan "giri" yang berarti gunung. Nama Imogiri sesuai dengan letak kompleks pemakaman di atas bukit, yang menyebabkan tempat ini tampak seperti gunung yang diselimuti oleh kabut.
Pada tahun 1632, Sultan Agung Hanyakrakusuma memerintahkan pembangunan makam baru yang terletak di selatan Makam Giriloyo, tepatnya di Bukit Merak. Di atas bukit setinggi sekitar 100 meter, kompleks pemakaman dibangun dan awalnya dinamai Pajimatan Imogiri.
Makam Raja Imogiri (sumber: detik)
Pembangunan awal kompleks pemakaman Imogiri dimulai pada tahun 1554 Saka, berdasarkan catatan Babad Momana, "...awit babad meleh ing redi Merak badhe antakapura…" (awal pembuatan makam di Gunung Merak dimulai). Kompleks pemakaman Imogiri ini menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para raja Mataram dan keluarga mereka.
Dengan perintah dari Sultan Mataram ke-III, Kiai Tumenggung Citro Kusumo dipilih sebagai pemimpin pembangunan kompleks pemakaman Imogiri. Pemakaman ini berlokasi di Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Imogiri, DIY, dan memiliki ciri arsitektur utama yang mencerminkan gabungan antara Islam Jawa dan Islam Hindu pada abad ke-17. Penggunaan bata merah yang mendominasi bagian atas makam adalah salah satu ciri khas dari arsitektur tersebut. Raja pertama yang dimakamkan di sini adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Meskipun kerajaan Mataram Islam terbagi menjadi dua bagian pada tahun 1755, Makam Imogiri tetap menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para raja dari kedua kesultanan tersebut. Keberadaannya tetap sebagai lambang sejarah dan keunikan yang melekat kuat dalam perjalanan waktu.
Makam Raja Imogiri (sumber: berakhirpekan.com)
Memiliki Sejarah dan Makna yang Unik
Makam Imogiri, atau dikenal juga dengan nama Pasarean Imogiri, memiliki sejarah yang menarik. Pada tahun 1632, Raja Mataram Islam ketiga, Sultan Agung, tengah mencari tanah yang cocok sebagai tempat pemakaman. Dalam upaya tersebut, dia membawa pasir dari Arab dan melemparkannya dari istananya di daerah Pleret. Keajaiban pun terjadi ketika pasir itu jatuh di sebuah bukit yang berlokasi di Imogiri. Sultan Agung memandang peristiwa ini sebagai pertanda dan memutuskan untuk membangun makam raja di tempat yang menjadi jatuhnya pasir tersebut.
Sejak tahun 1632, pembangunan makam dimulai dan setelah tiga belas tahun selesai, Sultan Agung meninggal dunia dan dimakamkan di sana. Ia bersama para istri yang telah meninggal dunia juga dimakamkan di tempat tersebut.
Makam Bagi Para Raja Mataram
Makam Imogiri menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para raja Mataram. Bahkan ketika kerajaan terbagi menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, makam ini tetap digunakan sebagai tempat pemakaman bagi raja-raja mereka. Dalam kompleks pemakaman ini terdapat beberapa bagian utama, seperti Kasultanagungan, Pakubuwanan, Kasunanan Surakarta, dan Kasultanan Yogyakarta.
Terdiri dari Ratusan Anak Tangga
Untuk mencapai kompleks pemakaman, pengunjung harus melewati ratusan anak tangga dengan lebar sekitar 4 meter dan kemiringan sekitar 45 derajat. Dilansir dari Wikipedia.org, terdapat 409 anak tangga. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, jika pengunjung dapat menghitung anak tangga tersebut dengan benar, semua keinginannya akan terkabul. Keunikan dan makna dalam sejarah Makam Imogiri menjadi daya tarik yang menarik banyak pengunjung untuk datang dan merenung di tempat yang sarat dengan nilai sejarah dan spiritual ini.
Makam Raja Imogiri (sumber: happytour.id
Gapura Bernilai Filosofis di Makam Imogiri
Makam Sultan Agung menjadi lokasi pemakaman yang paling tinggi di kompleks Makam Imogiri. Namun, untuk mencapai makam ini, peziarah harus melalui tiga gapura yang memiliki filosofi mendalam, melambangkan tiga tahapan kehidupan manusia: alam rahim, alam duniawi, dan alam kubur.
Di antara gapura-gapura ini, terdapat makam seorang pengkhianat yang pernah membelot kepada Belanda, yang bernama Tumenggung Endranata. Setelah berhasil ditangkap oleh penguasa Mataram, ia dihukum mati dengan cara dipenggal kepalanya.
Jasadnya kemudian dibagi menjadi tiga bagian dan dikubur di area pemakaman Imogiri secara terpisah. Kepalanya dikubur di tengah-tengah Gapura Supit Urang, badannya dikubur di bawah tangga dekat Gapura Supit Urang, dan kakinya dikubur di tengah kolam.
Peziarah Wajib Pakai Pakaian Adat
Pengunjung yang ingin melakukan ziarah ke Makam Imogiri diwajibkan mengenakan pakaian tradisional Jawa. Bagi peziarah perempuan, mereka harus mengenakan kain jarit sebatas dada atau kemben sehingga terbuka di bagian bahu. Sementara itu, peziarah laki-laki harus memakai kain jarit dan baju peranakan sebagai atasan. Model pakaian ini merupakan pakaian yang umum digunakan oleh para abdi dalem. Selain itu, di area makam tidak diperbolehkan berfoto-foto.
Pengunjung hanya dapat melakukan ziarah pada tiga hari dalam seminggu, yaitu pada hari Senin, Jumat, dan Minggu. Pada hari-hari tersebut, ziarah dapat dilakukan mulai dari pukul 10 pagi hingga 1 siang.
Selain itu, pada tanggal 1 dan 8 Syawal serta 10 Dzulhijjah, pengunjung juga diperbolehkan melakukan ziarah di makam ini. Namun, selama Bulan Suci Ramadan, makam ini akan ditutup selama satu bulan penuh. Makam Imogiri merupakan tempat bersejarah yang sarat dengan filosofi dan nilai-nilai tradisional Jawa, sehingga menjadi tujuan penting bagi para peziarah dan wisatawan yang tertarik dengan warisan budaya dan sejarah Indonesia.
Jika Kamu berkunjung ke Makam Raja Imogiri, jangan lupa untuk pulang membeli Bakpia Kukus Tugu Jogja. Bakpia Kukus Tugu Jogja adalah salah satu oleh-oleh khas Yogyakarta yang paling terkenal.
Bakpia Kukus Tugu Jogja merupakan salah satu varian bakpia yang terkenal di Yogyakarta. Uniknya, bakpia ini dikukus, tidak seperti bakpia pada umumnya yang biasanya dipanggang. Kukusan membuat bakpia memiliki tekstur yang lebih lembut dan aroma yang khas.
Kue ini terbuat dari adonan tepung terigu dan kacang hijau, klepon, coklat, strawberry hingga klepon sebagai isian, serta gula sebagai pemanis. Isian kacang hijau yang manis dan lembut menciptakan sensasi rasa yang menggugah selera. Dengan membawa pulang oleh-oleh manis ini, Kamu juga akan membawa pulang kenangan manis dari kota istimewa Jogja. Selamat menikmati!