• Experience
  • ·
  • 08 Nov 2023

Mengenal Upacara Labuhan di Yogyakarta, Asal Usul serta Maknanya

Upacara Labuhan merupakan salah satu ritual tradisional yang berakar kuat dalam budaya Kasultanan Yogyakarta dan masyarakat sekitarnya. Ritual ini melibatkan pemberian sesaji kepada roh-roh yang diyakini mendiami atau memiliki kuasa atas suatu tempat. Kata "Labuhan" sendiri berasal dari bahasa Jawa "labuh," yang berarti membuang sesuatu ke dalam air, seperti sungai atau laut. Upacara Labuhan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Kasultanan Yogyakarta, memiliki akar sejak zaman Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati. Berikut ini, MasMin akan membahas asal-usul, makna, dan berbagai aspek terkait Upacara Labuhan.


Asal-Usul Upacara Labuhan

Pada awalnya, Upacara Labuhan dilakukan dalam konteks politik, khususnya ketika Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam, mencari dukungan untuk mengukuhkan kedudukannya di Yogyakarta. Dukungan yang dicarinya datang dari Kanjeng Ratu Kidul, yang dipercayai sebagai penguasa Laut Selatan. 


Panembahan Senopati kemudian bekerjasama dengan Kanjeng Ratu Kidul untuk mencapai kehidupan yang damai, adil, dan sejahtera, serta untuk terhindar dari kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul. Beberapa bahkan percaya bahwa Panembahan Senopati melakukan pernikahan spiritual dengan Kanjeng Ratu Kidul. Sebagai imbalan atas bantuan yang diterimanya, Panembahan Senopati diwajibkan untuk memberikan persembahan dalam bentuk Upacara Labuhan.


Setelah masa Panembahan Senopati, tradisi ini tetap berlanjut di bawah pemerintahan Kerajaan Mataram Islam sebagai bentuk penghormatan terhadap kesepakatan tersebut. Konon, jika Upacara Labuhan dibiarkan terlupakan oleh Kerajaan Mataram Islam, yang saat ini terpecah menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, maka Kanjeng Ratu Kidul dapat menjadi marah dan menimbulkan bencana. 


Oleh karena itu, Upacara Labuhan masih dilaksanakan oleh Kasultanan Yogyakarta pada waktu-waktu tertentu. Selain itu, Keraton Yogyakarta juga menganggap Upacara Labuhan sebagai upaya menjaga kelestarian alam dengan melemparkan berbagai jenis makanan ke laut. Beberapa masyarakat juga meyakini bahwa Upacara Labuhan diadakan untuk keselamatan Sri Sultan, Keraton Yogyakarta, dan masyarakat Yogyakarta.



Upacara Labuhan Yogyakarta (sumber: detik)

Makna Upacara Labuhan

Upacara Labuhan memiliki makna yang mendalam dalam konteks budaya Jawa. Selain sebagai ungkapan terima kasih kepada roh-roh yang dipercaya mendiami alam, sungai, laut, dan gunung, Upacara Labuhan juga melambangkan rasa hormat dan ketaatan kepada tradisi leluhur. Beberapa makna khusus dari Upacara Labuhan mencakup:


  • Penghormatan kepada Kanjeng Ratu Kidul

Sejak zaman Panembahan Senopati, Upacara Labuhan telah menjadi cara untuk menghormati Kanjeng Ratu Kidul sebagai penguasa Laut Selatan. Upacara ini dianggap sebagai bentuk ketaatan dan kesetiaan kepada roh yang dipercaya memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan kemakmuran Kerajaan Yogyakarta.


  • Kesejahteraan dan Keselamatan

Bagi sebagian masyarakat, Upacara Labuhan dianggap sebagai sarana untuk memohon kesejahteraan, keselamatan, dan keberuntungan. Upacara ini merupakan bentuk spiritualitas dalam upaya mencapai kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera.


  • Penyelamatan Alam

Upacara Labuhan seringkali melibatkan penyebaran berbagai jenis makanan, bunga, dan benda-benda ke alam, seperti laut atau gunung. Ini juga diartikan sebagai tindakan pelestarian alam dan ekosistemnya, serta sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan.


  • Ketahanan Budaya

Upacara Labuhan adalah salah satu bentuk dari warisan budaya Jawa yang masih hidup. Melalui pelaksanaan upacara ini, tradisi dan nilai-nilai budaya Jawa terus dilestarikan dan disampaikan dari generasi ke generasi.


Jenis-Jenis Upacara Labuhan

Upacara Labuhan dilaksanakan secara resmi oleh Keraton Yogyakarta dalam beberapa peristiwa penting. Terdapat dua jenis utama Upacara Labuhan di Keraton Yogyakarta:


  1. Labuhan Alit: Upacara ini dilakukan dalam rangka penobatan Sultan Tingalan Panjenengan atau merayakan ulang tahun Sultan.

  2. Labuhan Ageng: Upacara ini diadakan dalam peringatan "Windo," yang merupakan perayaan penobatan Sultan Yogyakarta dan diulang setiap delapan tahun.


Selain dua jenis utama tersebut, ada beberapa varian Upacara Labuhan yang dikenal di masyarakat Yogyakarta, termasuk:

  • Pisusung: Upacara Labuhan dari para nelayan.

  • Jaladri: Upacara Labuhan khusus umat Hindu.

  • Bhekti Pertiwi: Upacara Labuhan dari Yayasan Hendrodento.

  • Labuhan Pen Chu: Upacara Labuhan yang memiliki unsur-unsur Tionghoa.


Meskipun terdapat beberapa variasi, tujuan utama dari semua jenis Upacara Labuhan tetap sama, yaitu untuk memohon kesejahteraan dan keberkahan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.


Prosesi Upacara Labuhan

Prosesi Upacara Labuhan melibatkan sejumlah langkah yang diikuti dengan cermat. Di Keraton Yogyakarta, Upacara Labuhan sering kali berhubungan dengan melemparkan benda-benda berharga ke tempat-tempat tertentu, seperti Laut Selatan, Gunung Lawu, Gunung Merapi, atau tempat khusus lainnya. Beberapa barang yang sering dilemparkan atau dihanyutkan dalam Upacara Labuhan meliputi:


  • Potongan Kuku dan Rambut Sultan: Selama satu tahun, potongan kuku dan rambut Sultan akan dikumpulkan dan dilempar ke tempat khusus dalam Upacara Labuhan. Hal ini dianggap sebagai bentuk pembersihan dan pelepasan energi negatif.

  • Payung Sultan: Salah satu benda keraton yang dilemparkan adalah payung yang biasa digunakan oleh Sultan. Ini melambangkan perlindungan bagi rakyat.

  • Layon Sekar: Bunga kering yang merupakan sisa sesaji pusaka yang dikumpulkan selama satu tahun.

  • Makanan dan Buah-Buahan: Uburampe yang dilabuh berisi makanan seperti nasi tumpeng, jajan pasar, buah-buahan, dan berbagai jenis bunga. Makanan ini dianggap sebagai persembahan kepada roh-roh.


Setelah uburampe dilabuhkan, masyarakat sering kali berusaha untuk memperoleh bagian dari persembahan tersebut dengan menceburkan diri ke laut atau sungai, karena diyakini bahwa benda-benda yang sudah dilabuhkan dapat membawa berkah. Upacara Labuhan Ageng seringkali melibatkan pemakaian pakaian Sultan yang juga dilemparkan sebagai bagian dari upacara. 


Benda-benda yang dilemparkan biasanya dibagi menjadi empat bagian yang akan dilempar di tempat-tempat berbeda, termasuk Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih Kahyangan. Dalam Upacara Labuhan Alit, benda-benda dilempar ke Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, dan Gunung Lawu.


Ritual Labuhan di Masyarakat Parangtritis

Masyarakat Parangtritis memiliki waktu dan cara tersendiri untuk melaksanakan Upacara Labuhan. Mereka sering melaksanakan Upacara Labuhan pada tanggal 5 dan 6 Mei hingga Juni, biasanya setelah panen. Upacara ini melibatkan serangkaian kegiatan, termasuk pemasangan sesaji di tempat-tempat keramat seperti Makam Syaikh Belabelu, Makam Syaikh Maulan Maghribi, dan di Cepuri. Pada hari Selasa Wage, Bhekti Pertiwi diadakan dengan membawa sesaji dan doa bersama. 


Upacara Labuhan yang dilakukan oleh masyarakat Parangtritis melibatkan melemparkan uburampe yang telah disiapkan ke laut. Mereka percaya bahwa dengan melaksanakan upacara ini secara rutin, desa mereka akan tetap dalam perlindungan Kanjeng Ratu Kidul. Upacara Labuhan di masyarakat Parangtritis dilihat sebagai upaya untuk memastikan kelangsungan nelayan dan hasil laut yang berlimpah, serta menjaga keselamatan masyarakat dan menghindari bencana laut.


Upacara Labuhan adalah salah satu contoh yang menarik dari tradisi budaya Jawa yang telah bertahan selama berabad-abad. Ini menggambarkan nilai-nilai spiritual, keberlanjutan lingkungan, dan penghargaan terhadap warisan budaya yang kaya dalam masyarakat Yogyakarta. Dalam upacara ini, makna-makna yang mendalam dan simbolisme kuno terus dijaga dan dipersembahkan dalam bentuk penghormatan kepada alam semesta. Semoga Upacara Labuhan dapat terus dilestarikan dan terus menjadi bagian yang penting dalam budaya dan tradisi Yogyakarta.


Setelah menyaksikan Upacara Labuhan Parangkusumo, jangan lupa untuk membeli bakpia kukus Tugu Jogja sebagai oleh-oleh. Bakpia kukus Tugu Jogja merupakan salah satu oleh-oleh khas Yogyakarta yang paling populer. Bakpia ini memiliki rasa yang lezat dan tekstur yang lembut.


Kamu dapat membeli bakpia kukus Tugu Jogja di berbagai toko oleh-oleh di Yogyakarta selain itu Kamu juga dapat membelinya secara online. Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, rencanakan liburan Kamu ke Yogyakarta dan nikmati keindahan alamnya yang menakjubkan, serta upacara adatnya yang masih dilestarikan. Jangan lupa untuk menikmati bakpia kukus Tugu Jogja sebagai oleh-oleh.